Minggu, 10 Juni 2012

Kegigihan dan Sifat Melayani


Pak Kumis,  panggilan dari seorang tukang bubur bernama Tejo asal dari Jawa Tengah. Sebelum menjadi tukang bubur, ia dating ke Jakarta menjadi pegawai di pabrik roti. Tetapi 7 tahun lalu ia memulai usahanya sebagai tukang bubur. Ia bekerja tiap hari jika keadaan tubuhnya sehat.

Dengan bermodalkan hanya bubur, ia merupakan seorang pedagang yang gigih, sudah 7 tahun berlalu sejak ia bekerja sebagai tukang bubur untuk menghidupi 3 anggota keluarganya. Kegigihannya dalam berusaha menanggung kehidupan keluarganya merupakan contoh yang sangat baik bagi anak muda sekarang yang pada umumnya malas-malasan dan mudah putus asa. Sebagai penerus bangsa, kita anak muda perlu dengan tekun dan gigih mencapai cita-cita dan membangun bangsa kita agar kehidupan Negara kita lebih makmur.

Pak Kumis juga merupakan orang yang rendah hati, ia lebih senang untuk melayani dari pada dilayani. Sebagai penjual, ia melayani pelanggannya dengan baik, tidak seperti orang pada umumnya yang ingin lebih tinggi satu sama lain. Kita perlu juga meniru kerendahan hati Pak Kumis, yang walau seorang tukang bubur, tetapi sangat menjunjung nilai untuk melayani sesama yang seharusnya dimiliki oleh petinggi-petinggi Negara.

Refleksi Saya Terhadap Sosok Pak Kumis Yang Mengagumkan

     Kemarin pada saat acara wawancara pedagang untuk tugas CB, kelompokku kebetulan bertemu dengan seorang pedagang bubur di warung gerobak yang bernama Pak Kumis. Kalau teringat lagi kejadiannya sungguh terjadi secara tidak sengaja. Awalnya kelompok kami berniat untuk mewawancara pedagang di jalan besar, yaitu pedagang di Jalan Menteng Raya untuk dimintakan keterangannya terkait pengalamannya berjualan di jalan besar, tetapi karena padatnya aktifitas perkuliahan, terpaksa kami mencari pedagang dengan lokasi yang cukup dekat dengan Binus dan kami bertemu dengan Pak Kumis di kesempatan ini. Sekarang ketika dipikir lagi kami sungguh beruntung karena ketidaksengajaan itu membawa kami bertemu sosok seorang pedagang di jalan kecil yang luar biasa gigih dan pekerja keras.

      Pak Kumis namanya. Beliau sungguh membuat saya kagum dan terkejut atas kecintaannya pada keluarganya. Beliau telah berdagang bubur di sekitar Binus selama 7 tahun tanpa mengeluh bosan ataupun jenuh demi penghidupan keluarganya. Jika saya adalah Pak Kumis, pastilah saya sudah mengeluhkan lelah dan bosan berdagang bubur selama 1 tahun saja dan kemudian saya pasti akan mencoba peruntungan di sektor perdagangan yang lain, namun tidak bagi Pak Kumis. Demi kestabilan perekonomian keluarganya, walau mungkin sempat tersirat rasa bosan berjualan bubur, beliau sama sekali tidak ingin mengambil resiko peruntungan bisnis baru. Beliau sungguh khawatir keluarganya akan kesulitan makan selama proses transisi ke bisnis yang baru. Hal ini membuat saya sungguh kagum dengan pertimbangannya yang tidak demi kesenangan beliau pribadi, tetapi demi kestabilan ekonomi keluarganya yang mungkin akan kesulitan bertahan jika beliau pindah ke bisnis usaha yang baru. Saya jadi berpikiran seberapa kurang dewasanya saya dibandingkan Pak Kumis. Beliau selalu berpikir untuk kepentingan keluarganya dibandingkan keinginannya pribadi, dimana ini adalah satu hal yang ingin saya pelajari dari Pak Kumis.

      Pak Kumis sangat setia. Sebelumnya telah saya ungkapkan seberapa besarnya kepedulian beliau terhadap kepentingan keluarganya dengan terus setia berjualan bubur, namun tidak hanya itu, beliau juga sangat setia terhadap nasib para pencinta bubur. Beliau mungkin akan berpikiran, bagaimana nasib mahasiswa di sekitar Binus yang ingin makan bubur jika kedepannya beliau tidak lagi berjualan bubur? Maka oleh karena itulah, beliau selalu memiliki motivasi yang terus menerus setiap harinya untuk terus berjualan bubur terbaiknya demi kepentingan para pecinta bubur. Sesuatu tindakan yang sangat setia dari seorang penjual bubur terhadap para penikmat bubur bukan? Sifat ini pulalah yang saya kagumi dari Pak Kumis. Sungguh setia sekali Pak Kumis terhadap profesi ini sehingga beliau sama sekali tidak ingin mengecewakan para pelanggannya para penikmat bubur. Sifat ini akan saya pelajari dan selalu akan saya ingat, dimana pun nanti di masa depan saya berkarir, saya akan selalu memperhatikan para pelanggan saya, dan saya akan selalu berpegang pada pendirian bahwa apapun yang saya lakukan di masa depan niscaya adalah demi kebaikan para pelanggan saya.

      Pak Kumis adalah pekerja yang sangat rajin. Bagaimana tidak, setiap harinya selama tubuhnya sehat, pak Kumis akan selalu berjualan mulai dari pagi sekitar jam setengah 7. Beliau sungguh memegang keras prinsip bahwa untuk sebuah usaha sukses diperlukan kerja keras. Tidak pernah terlintas dalam benak Pak Kumis bahwa bermalas- malasan sepanjang hari akan membuat usahanya laku dan sukses. Apabila dagangannya dalam suatu hari tidak laku, Pak Kumis pun akan berusaha membuat dagangannya laku dengan cara mendorong gerobaknya berkeliling. Sungguh usaha keras dari Pak Kumis yang layak untuk dicontoh. Kelak, saat aku bekerja nantinya di masa depan, aku akan selalu ingat untuk mencontoh sifat Pak Kumis ini yaitu dengan berjuang sekeras mungkin yang aku mampu. Dengan bekerja keras niscaya tujuan dari pekerjaanku akan dapat tercapai sebaik- baiknya dan tentunya para pelanggan pun akan senang dengan hasil pekerjaan yang kulakukan. Saat para pelangan senang dengan pekerjaanku, maka tentunya secara otomatis bisnisku akan sukses.

      Demikianlah berbagai sifat- sifat Pak Kumis yang dapat kutemukan dalam refleksiku kali ini. Sungguh menakjubkan melihat berbagai sifat- sifat penting yang harus kuteladani ini dan bagaimana sifat- sifat ini tentunya akan dapat membuat usaha apapun yang kulakukan di masa depan akan menuju kesuksesan. Mulai dari sekarang aku akan selalu ingat untuk selalu mencoba untuk terus mencontoh sifat- sifat dari Pak Kumis ini karena sifat- sifat ini sungguh adalah sifat- sifat luar biasa yang sungguh menjamin performa kerjaku di masa depan. Terima kasih kepada Pak Kumis karena telah menunjukkan berbagai sifat- sifat penting yang diperlukan untuk meraih kesuksesan dan juga kepada Binus karena padatnya jadwal aktifitas perkuliahan sehingga kelompok CB-ku terpaksa mewawancara pedagang di sekitar Binus dan alhasil dapat menemukan seorang pedagang yang luar biasa yang bernama Pak Kumis.

Pak Kumis, Seorang Sosok Inspiratif Penjual Bubur Sederhana

      Ada yang pernah berjalan melewati gedung parkiran Binus Anggrek ke arah Circle K? Jika ya dan anda terus berjalan lurus ke arah sana, maka pastilah anda melihat sebuah gerobak warung bubur sederhana di pinggiran jalan sebelah kanan. Di gerobak warung inilah Pak Tejo atau yang akrab dipanggil Pak Kumis menjajakan bubur andalannya. Sejak 7 tahun yang lalu Pak Kumis telah menjajakan bubur andalannya ini. Berawal dari berhentinya Pak Kumis bekerja di pabrik roti, beliau pun berpikir untuk berdagang membuka usaha sendiri. Dengan pertimbangan belum ada penjual bubur di daerahnya dan juga berbekal pengetahuan cara membuat bubur yang dipelajarinya dari temannya, maka mulailah Pak Kumis membuka usaha berjualan bubur.

      Waktu itu Pak Kumis mungkin sama sekali tidak menduga, ketika beliau meninggalkan kampungnya di Jawa Tengah ke Jakarta untuk mencari penghidupan di Jakarta akan berakhir dengan keluarnya beliau dari pabrik roti dan memulai usaha sendiri. Sungguh sebuah alur cerita yang cukup tidak terduga jika dipikir-pikir kembali. Berawal dengan migrasi dari kampungnya di Jawa Tengah ke Jakarta untuk bekerja di pabrik roti, kini, siapa sangka sekarang beliau telah mendirikan usaha sendiri yang mampu bertahan dari kerasnya iklim persaingan di Jakarta selama 7 tahun.

      Semua usaha selama 7 tahun ini tentunya tidak akan tercapai tanpa adanya udaha yang keras dan gigih dari beliau untuk berjuang bekerja di Jakarta ini. Setiap hari tanpa kenal lelah, asal kondisi kesehatan beliau memungkinkan, Pak Kumis selalu menjajakan buburnya dari pagi. Mungkin tergolong sangat pagi bagi kita mahasiswa, tapi beliau sudah membuka warung gerobak buburnya sejak jam setengah 7 pagi.

      Demi ketiga anggota keluarganya, mungkin inilah alasan beliau terus berjuang dengan sepenuh hati berjualan bubur. Tak kenal lelah, setiap hari dari pagi hingga seluruh bubur yang dibawanya habis, Pak Kumis akan terus berjualan bubur. Bahkan beliau bersedia untuk mengantarkan bubur dagangannya ke tempat tinggal pemesan jika si pemesan menginginkan demikian. Juga jika tidak ada pelanggan maka beliau akan berjalan berkeliling demi supaya buburnya terjual, semuanya supaya buburnya laku dan beliau dapat membiayai penghidupan ketiga anggota keluarganya.

      Untuk urusan promosi bubur daganganya, Pak Kumis memilih menggunakan metode yang sederhana yaitu dengan menggunakan bubur itu sendiri dan pelayanan yang terbaik yang mampu diberikannya. Beliau beranggapan bahwa dengan bubur yang enak maka pembeli akan tentunya dengan sendirinya tertarik untuk membeli buburnya dan juga dengan sendirinya para pembeli akan mengajak teman- teman dan kenalan mereka untuk membeli bubur Pak Kumis. Juga dengan memberikan pelayanan terbaik, Pak Kumis berharap pembeli akan merasa senang dan kerasan untuk membeli bubur lagi di tempat Pak Kumis. Jika dipikir baik- baik ini adalah strategi pemasaran yang sangat sederhana namun sangat mendasar ke inti teknik penjualan bukan? Sungguh strategi pemasaran yang sangat mengagumkan.

      Adapun hingga kini Pak Kumis selalu bersyukur karena tidak ada masalah atau kendala yang terlalu berat hingga tidak bisa diatasinya. Suka duka beliau setiap hari sejak pertama membuka dagangannya 7 tahun lalu sangat banyak hingga sulit terceritakan satu persatu, namun, dengan tekad kuat dan kegigihan pantang menyerah, kini semua itu dapat beliau lalui dan usaha beliau berdagang bubur masih dapat berlangsung dengan sukses hingga hari ini. Baik suka ketika banyak pembeli maupun duka ketika bubur dagangannya tidak dapat terjual sesuai harapan telah beliau lalui dan kini beliau pun dapat mengatakan bahwa beliau sungguh sangat senang karena dapat mempertahankan usahanya berjualan bubur hingga 7 tahun bahkan dengan capaian kesuksesan yang cukup berarti ini. Dikarenakan seluruh hal itulah, kembali Pak Kumis selalu ingat untuk terus bersyukur atas segala kesempatan dan dukungan yang beliau dapatkan hingga bisa sukses sampai seperti sekarang ini.

Refleksi Singkat Setelah Wawancara Dengan Pak Kumis

     Melalui wawancara singkat dengan Pak Kumis, seorang tukang bubur tak kenal lelah ini, saya belajar bahwa hidup memanglah sulit, tapi apabila dilakukan dengan sepenuh hati, maka segalanya akan lebih bermakna dan menyenangkan. Apabila Pak Kumis merasa terpaksa dengan pekerjaannya, maka pastinya beliau merasa banyak kendala yang telah beliau alami selama 7 tahun berdagang. Atau mungkin dagangan buburnya tidak akan bertahan mencapai 7 tahun. Tapi dengan kesungguhan hati, beliau menjalankan usaha dagang buburnya sehingga 7 tahun pun beliau lalui tanpa dirasakannya suatu kendala apapun.

     Selain itu apabila sebuah pekerjaan telah dilakukan secara rutin, maka segalanya akan lebih terasa mudah saat dijalani. Pak Kumis tentunya setiap hari membuat buburnya sendiri, lalu menjajakan bubur pun sendiri. Namun karena telah dijadikan kebiasaan, maka beliau tidak merasa berat untuk dilakukan sendiri. Melainkan sudah biasa menjalaninya.

Perjuangan Tak Kenal Lelah

     Pak Kumis, seorang tukang bubur yang memiliki nama asli Pak Tejo ini adalah salah satu sosok di zaman yang modern ini masih selalu mengutamakan semangat yang tinggi dalam mengarungi hidup. Berbekal resep bubur dari orang sekitar, juga tekad dalam menghidupi keluarganya yang berjumlah 3 orang, beliau mulai berdagang bubur sejak tujuh tahun lalu. Mulai menjajakan dagangan pukul 6.30 di Jalan Anggrek Cakra, belakang Universitas Bina Nusantara, dan mengakhiri kegiatan berdagangnya saat 4 kilogram bubur yang dibawanya telah habis. Harga yang ditawarkan pun cocok dengan “kocek” anak kuliahan, yaitu hanya Rp 5.000,00 per mangkuk.

     Belakang Universitas Bina Nusantara dirasanya merupakan tempat yang strategis karena banyaknya mahasiswa Binus dan warga yang mengekost di dekat Binus. Tidak ada langkah marketing yang diambil. Beliau hanya melayani para pelanggan yang membeli dengan seoptimal mungkin dan terkadang apabila terdapat pesanan, maka beliau rela mengantarkannya sendiri.

     Setelah 7 tahun bergelut dalam usaha dagang bubur, beliau merasa tidak memiliki kendala apapun. Usaha dagang bubur telah menjadi bagian hidup beliau yang rutin dan bukan menjadi beban.

Ketika Saya Teringat Kesetiaan Pak Kumis

     Saya ketika melakukan kunjungan tersebut saya merasa bahwa ternyata kehidupan itu tidak hanya “my world” tidak hanya saya yang mengalami kesusahan, mempunyai problema. Bahkan orang lain ada yang lebih parah daripada saya.


     Saya yang masih memikirkan bagaimana untuk meraih prestasi di kampus sekarang ini tidak sebanding dengan bapak Kumis yang harus memikul beban – beban hidupnya yang dilihat lebih berat daripada saya. Bapak Kumis harus menanggung 3 orang dengan dirinya sendiri. Ia harus bangun pagi untuk memulai usahanya yang dibilang tidak terlalu terkenal dan laku ini, tetapi bapak Kumis selalu melakukan yang terbaik dan berharap hari ini lebih baik dari hari sebelumnya.


     Bapak kumis ini yang sebelumnya ialah seorang pekerja di pabrik roti ini memilih mengganti pekerjaannya menjadi seorang tukang bubur. Berawal dari bertanya-tanya dengan kawannya yang dapat membuat bubur ayam, lalu Pak Kumis memulai usahanya ini. Sudah 7 tahun berlalu, mungkin sudah terlalu banyak masalah yang ia hadapi sehingga ia berteman dengan masalah tersebut dan tak menggangap sebagai masalah lagi. Ia selalu menjalani harinya dengan senyuman walau ia belum bisa mengembangkan bisnis bubur tersebut menjadi lebih besar lagi.


     Saya belajar dari Pak Kumis ini agar saya selalu setia akan melakukan suatu pekerjaan untuk mencapai tujuan saya. Selalu menghadapi masalah itu apapun bentuknya, dan hadapi dengan senyuman.

Pak Kumis Yang Setia

     Jumat minggu lalu kami melakukan kunjungan ke lingkungan luar, untuk bersosialiasasi dan membantu masyarakat luar yang agak kekurangan. Kami yang beranggotakan 8 orang akhirnya sepakat untuk membantu pedagang kaki lima di suatu sekolah yang kami sudah putuskan. Tetapi karena ada suatu keperluan diantara anggota kelompok sehingga kami tidak bisa melakukan hal tersebut dan akhirnya kami memutuskan untuk membantuk pedagang kaki lima sekitar kampus kami, Bina Nusantara.

     Kami memutuskan pada hari jumat lalu, karena pada saat itulah kami sekelompok memiliki waktu luang untuk melakukannya. Kami berkeliling sekitar kampus Bina Nusantara - Anggrek. Karena disekitar kampus Anggrek pedagangnya sudah lebih dari cukup, kami mencoba untuk berjalan di belakang kampus ini. Setelah berjalan cukup lama kami menemui tukang bubur ayam di jalan yang sepi itu. Kami pun berdiskusi , apakah pedagang ini yang akan kami bantu atau tidak. Karena keterbatasan waktu, kami semua setuju untuk membantu pedagang ini.

     Dengan bermula basa basi kami ingin membeli bubur ayam yang harganya Rp.5000 per mangkoknya ini. Kami pun memulai wawancara kepada bapak tersebut. Bapak itu dengan telaten membuat bubur ayam tersebut. Dengan cepat beberapa porsi bubur pun sudah dihidangkan. Selagi beberapa kawan kami makan siang, kami melakukan wawancara terhadap bapak itu.

     Kami memulai wawancara kami dengan menanyakan nama bapak itu, dan nama bapak itu adalah “Tejo”, tetapi lebih sering dipanggil dengan sebutan “Kumis”, mungkin karena memang bapak itu memiliki kumis yang cukup berbeda. Pak Kumis ini memiliki seorang istri dan 2 orang anak. Setiap harinya Pak Kumis bekerja untuk menghidupi istri dan kedua orang anaknya dan dirinya sendiri.

     Setiap harinya ketika kondisi badannya sehat ,sejak pukul 6 Pak Kumis pun bersiap-siap untuk memulai usahanya kembali dengan menjual bubur. Buburpun sudah dimasak dan perlengkapan membuat bubur pun sudah siap, pukul 7 dengan gerobak buburnya ia pun pergi ke kampus Bina Nusantara – Anggrek.

     Pak Kumis Dengan sabar menunggu pelanggan-pelanggannya membeli buburnya, biasanya pada saat seperti ini ada beberapa karyawan Binus atau mahasiswa yang sedang mencari sarapan. Saat saat seperti inilah yang Pak Kumis selalu nantikan walaupun setelah jam itu pelanggan kembali sepi. Dagangan Pak Kumis pun kembali ramai ketika jam makan siang, setelah itu dengan hati senang ia bawa pulang gerobak buburnya yang sudah habis terjual. Memang bubur yang Pak Kumis jual itu tidak banyak, hanya 4 kg bubur. Tetapi Pak Kumis tetap menjalaninya dengan senyuman.

     Pak Kumis sebelum menjalani bisnis bubur ayam ini, ia adalah seorang pekerja di pabrik roti. Lalu Pak Kumis memilih untuk berhenti dan memulai bisnis bubur ayam. Setelah kami tanya-tanya apa suka duka Pak Kumis selama 7 tahun menjalani bisnis bubur ayam ini, Pak Kumis pun menjawab dengan wajah datar “tidak ada”, mungkin sudah terlalu banyak pak Kumis menelan manis pahitnya menjual bubur, sehingga rasa pahit menjual bubur pun tak terasa.

     Lalu kami pun mencoba untuk membantu Pak Kumis berdagang bubur, karena pada saat kami datang tidak ada pelanggan selain kami, kami bingung harus membantu apa kepada Pak Kumis, tiba-tiba ada celoteh dari teman kami, “bagaimana kalau kita membersihkan mangkok kami sendiri saja Pak”, sahut salah satu teman kami. Dengan tidak enak hati Pak Kumis menjawab” Tidak usah, jadi merepotkan kalian saja”. Walaupun kami sudah membujuk untuk membantu Pak Kumis, ia pun selalu mengelak dengan alasan merepotkan kami.

     Setelah beberapa lama kami wawancara dan bubur teman kami pun sudah habis dimakan, teman kami pun membayar bubur tersebut dan berterima kasih kepada Pak Kumis atas wawancara dan bubur ayamnya yang harganya terjangkau. Kami pun kembali ke kampus untuk mendiskusikan wawancara tersebut.

     Kami masih belum membantu Pak Kumis tersebut, bagamana caranya kami agar bisa membantu Pak Kumis tersebut, baik dalam bentuk promosi atau material atau tenaga?. Untung saja ada teman kami yang mengusulkan untuk mempromosikan bubur Pak Kumis melalui online, membuat Pak Kumis, yang bukan saja tukang bubur,tetapi tokoh yang dapat dicontoh, bapak yang setia dalam usaha dagangannya dan juga bertanggung jawab atas istri dan anak-anaknya itu. Maka artikel ini pun dibuat dan disebarkan.