Ada yang pernah berjalan melewati gedung parkiran Binus Anggrek ke
arah Circle K? Jika ya dan anda terus berjalan lurus ke arah sana, maka
pastilah anda melihat sebuah gerobak warung bubur sederhana di pinggiran
jalan sebelah kanan. Di gerobak warung inilah Pak Tejo atau yang akrab
dipanggil Pak Kumis menjajakan bubur andalannya. Sejak 7 tahun yang lalu
Pak Kumis telah menjajakan bubur andalannya ini. Berawal dari
berhentinya Pak Kumis bekerja di pabrik roti, beliau pun berpikir untuk
berdagang membuka usaha sendiri. Dengan pertimbangan belum ada penjual
bubur di daerahnya dan juga berbekal pengetahuan cara membuat bubur yang
dipelajarinya dari temannya, maka mulailah Pak Kumis membuka usaha
berjualan bubur.
Waktu itu Pak Kumis mungkin sama sekali tidak
menduga, ketika beliau meninggalkan kampungnya di Jawa Tengah ke Jakarta
untuk mencari penghidupan di Jakarta akan berakhir dengan keluarnya
beliau dari pabrik roti dan memulai usaha sendiri. Sungguh sebuah alur
cerita yang cukup tidak terduga jika dipikir-pikir kembali. Berawal
dengan migrasi dari kampungnya di Jawa Tengah ke Jakarta untuk bekerja
di pabrik roti, kini, siapa sangka sekarang beliau telah mendirikan
usaha sendiri yang mampu bertahan dari kerasnya iklim persaingan di
Jakarta selama 7 tahun.
Semua usaha selama 7 tahun ini tentunya
tidak akan tercapai tanpa adanya udaha yang keras dan gigih dari beliau
untuk berjuang bekerja di Jakarta ini. Setiap hari tanpa kenal lelah,
asal kondisi kesehatan beliau memungkinkan, Pak Kumis selalu menjajakan
buburnya dari pagi. Mungkin tergolong sangat pagi bagi kita mahasiswa,
tapi beliau sudah membuka warung gerobak buburnya sejak jam setengah 7
pagi.
Demi ketiga anggota keluarganya, mungkin inilah alasan
beliau terus berjuang dengan sepenuh hati berjualan bubur. Tak kenal
lelah, setiap hari dari pagi hingga seluruh bubur yang dibawanya habis,
Pak Kumis akan terus berjualan bubur. Bahkan beliau bersedia untuk
mengantarkan bubur dagangannya ke tempat tinggal pemesan jika si pemesan
menginginkan demikian. Juga jika tidak ada pelanggan maka beliau akan
berjalan berkeliling demi supaya buburnya terjual, semuanya supaya
buburnya laku dan beliau dapat membiayai penghidupan ketiga anggota
keluarganya.
Untuk urusan promosi bubur daganganya, Pak Kumis
memilih menggunakan metode yang sederhana yaitu dengan menggunakan bubur
itu sendiri dan pelayanan yang terbaik yang mampu diberikannya. Beliau
beranggapan bahwa dengan bubur yang enak maka pembeli akan tentunya
dengan sendirinya tertarik untuk membeli buburnya dan juga dengan
sendirinya para pembeli akan mengajak teman- teman dan kenalan mereka
untuk membeli bubur Pak Kumis. Juga dengan memberikan pelayanan terbaik,
Pak Kumis berharap pembeli akan merasa senang dan kerasan untuk membeli
bubur lagi di tempat Pak Kumis. Jika dipikir baik- baik ini adalah
strategi pemasaran yang sangat sederhana namun sangat mendasar ke inti
teknik penjualan bukan? Sungguh strategi pemasaran yang sangat
mengagumkan.
Adapun hingga kini Pak Kumis selalu bersyukur
karena tidak ada masalah atau kendala yang terlalu berat hingga tidak
bisa diatasinya. Suka duka beliau setiap hari sejak pertama membuka
dagangannya 7 tahun lalu sangat banyak hingga sulit terceritakan satu
persatu, namun, dengan tekad kuat dan kegigihan pantang menyerah,
kini semua itu dapat beliau lalui dan usaha beliau berdagang bubur
masih dapat berlangsung dengan sukses hingga hari ini. Baik suka ketika
banyak pembeli maupun duka ketika bubur dagangannya tidak dapat terjual
sesuai harapan telah beliau lalui dan kini beliau pun dapat mengatakan
bahwa beliau sungguh sangat senang karena dapat mempertahankan usahanya
berjualan bubur hingga 7 tahun bahkan dengan capaian kesuksesan yang
cukup berarti ini. Dikarenakan seluruh hal itulah, kembali Pak Kumis
selalu ingat untuk terus bersyukur atas segala kesempatan dan dukungan
yang beliau dapatkan hingga bisa sukses sampai seperti sekarang ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar