Minggu, 10 Juni 2012

Pak Kumis Yang Setia

     Jumat minggu lalu kami melakukan kunjungan ke lingkungan luar, untuk bersosialiasasi dan membantu masyarakat luar yang agak kekurangan. Kami yang beranggotakan 8 orang akhirnya sepakat untuk membantu pedagang kaki lima di suatu sekolah yang kami sudah putuskan. Tetapi karena ada suatu keperluan diantara anggota kelompok sehingga kami tidak bisa melakukan hal tersebut dan akhirnya kami memutuskan untuk membantuk pedagang kaki lima sekitar kampus kami, Bina Nusantara.

     Kami memutuskan pada hari jumat lalu, karena pada saat itulah kami sekelompok memiliki waktu luang untuk melakukannya. Kami berkeliling sekitar kampus Bina Nusantara - Anggrek. Karena disekitar kampus Anggrek pedagangnya sudah lebih dari cukup, kami mencoba untuk berjalan di belakang kampus ini. Setelah berjalan cukup lama kami menemui tukang bubur ayam di jalan yang sepi itu. Kami pun berdiskusi , apakah pedagang ini yang akan kami bantu atau tidak. Karena keterbatasan waktu, kami semua setuju untuk membantu pedagang ini.

     Dengan bermula basa basi kami ingin membeli bubur ayam yang harganya Rp.5000 per mangkoknya ini. Kami pun memulai wawancara kepada bapak tersebut. Bapak itu dengan telaten membuat bubur ayam tersebut. Dengan cepat beberapa porsi bubur pun sudah dihidangkan. Selagi beberapa kawan kami makan siang, kami melakukan wawancara terhadap bapak itu.

     Kami memulai wawancara kami dengan menanyakan nama bapak itu, dan nama bapak itu adalah “Tejo”, tetapi lebih sering dipanggil dengan sebutan “Kumis”, mungkin karena memang bapak itu memiliki kumis yang cukup berbeda. Pak Kumis ini memiliki seorang istri dan 2 orang anak. Setiap harinya Pak Kumis bekerja untuk menghidupi istri dan kedua orang anaknya dan dirinya sendiri.

     Setiap harinya ketika kondisi badannya sehat ,sejak pukul 6 Pak Kumis pun bersiap-siap untuk memulai usahanya kembali dengan menjual bubur. Buburpun sudah dimasak dan perlengkapan membuat bubur pun sudah siap, pukul 7 dengan gerobak buburnya ia pun pergi ke kampus Bina Nusantara – Anggrek.

     Pak Kumis Dengan sabar menunggu pelanggan-pelanggannya membeli buburnya, biasanya pada saat seperti ini ada beberapa karyawan Binus atau mahasiswa yang sedang mencari sarapan. Saat saat seperti inilah yang Pak Kumis selalu nantikan walaupun setelah jam itu pelanggan kembali sepi. Dagangan Pak Kumis pun kembali ramai ketika jam makan siang, setelah itu dengan hati senang ia bawa pulang gerobak buburnya yang sudah habis terjual. Memang bubur yang Pak Kumis jual itu tidak banyak, hanya 4 kg bubur. Tetapi Pak Kumis tetap menjalaninya dengan senyuman.

     Pak Kumis sebelum menjalani bisnis bubur ayam ini, ia adalah seorang pekerja di pabrik roti. Lalu Pak Kumis memilih untuk berhenti dan memulai bisnis bubur ayam. Setelah kami tanya-tanya apa suka duka Pak Kumis selama 7 tahun menjalani bisnis bubur ayam ini, Pak Kumis pun menjawab dengan wajah datar “tidak ada”, mungkin sudah terlalu banyak pak Kumis menelan manis pahitnya menjual bubur, sehingga rasa pahit menjual bubur pun tak terasa.

     Lalu kami pun mencoba untuk membantu Pak Kumis berdagang bubur, karena pada saat kami datang tidak ada pelanggan selain kami, kami bingung harus membantu apa kepada Pak Kumis, tiba-tiba ada celoteh dari teman kami, “bagaimana kalau kita membersihkan mangkok kami sendiri saja Pak”, sahut salah satu teman kami. Dengan tidak enak hati Pak Kumis menjawab” Tidak usah, jadi merepotkan kalian saja”. Walaupun kami sudah membujuk untuk membantu Pak Kumis, ia pun selalu mengelak dengan alasan merepotkan kami.

     Setelah beberapa lama kami wawancara dan bubur teman kami pun sudah habis dimakan, teman kami pun membayar bubur tersebut dan berterima kasih kepada Pak Kumis atas wawancara dan bubur ayamnya yang harganya terjangkau. Kami pun kembali ke kampus untuk mendiskusikan wawancara tersebut.

     Kami masih belum membantu Pak Kumis tersebut, bagamana caranya kami agar bisa membantu Pak Kumis tersebut, baik dalam bentuk promosi atau material atau tenaga?. Untung saja ada teman kami yang mengusulkan untuk mempromosikan bubur Pak Kumis melalui online, membuat Pak Kumis, yang bukan saja tukang bubur,tetapi tokoh yang dapat dicontoh, bapak yang setia dalam usaha dagangannya dan juga bertanggung jawab atas istri dan anak-anaknya itu. Maka artikel ini pun dibuat dan disebarkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar